Pengembangan Ekonomi memiliki posisi yang strategis dalam proses pembangunan, sebagai upaya agar dapat mempertahankan hidup atau dalam proses meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Begitu strategisnya posisi yang dimiliki, mengakibatkan porsi pembangunan yang dilakukan saat ini mayoritas adalah pembangunan ekonomi baik berupa sarana dan prasarana, regulasi, maupun yang lainnya.
Islam sebagai agama yang telah disahkan kesempurnaannya oleh Allah sebagimana telah difirmankan dalam surat Al Maidah ayat 3 …” Pada hari ini aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah kucurahkan nikmatku dan telah kuridloi bagimu Islam sebagai agama”…adalah panduan keyakinan bagi pemeluknya untuk menjalankan segala ajaran dan menjauhi segala yang dilarang, termasuk di dalamnya adalah bidang ekonomi.
Dalam bidang ekonomi, ajaran Islam telah mengupas secara panjang lebar mulai dari kewajiban melakukan usaha (Surat Al Jumu’ah 10), waktu dan pola usaha (Al Jumu’ah 9), kewajiban dan hak atas harta (Ad Dzaariyat 19), serta masih banyak ayat yang lain yang berkaitan dengan bidang ekonomi. Begitu juga dalam Hadits Rasulullah mengenai kewajiban usaha, perdagangan, pinjam meminjam dan transaksi ekonomi lainnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya bidang ekonomi dalam ajaran Islam.
Sistem Ekonomi Islam
Keberadaan praktek ekonomi sebetulnya sama dengan keberadaan manusia dimuka bumi ini. Ketika Nabi Adam diturunkan ke bumi karena melanggar larangan Allah dengan memakan buah kuldi, maka sejak saat itu pula dimulai praktek ekonomi. Praktek ekonomi tersebut adalah adanya upaya untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan sarana yang terbatas dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan hidup. Praktek tersebut semakin lama terus berkembang, dimulai dari pemenuhan kebutuhan secara mandiri, kemudian berkembang menjadi pertukaran (barter) antar pelaku ekonomi sampai dengan praktek perekonoian modern yang dikenal saat ini.
Praktek ekonomi tersebut sayangnya belum dibarengi dengan penyusunan konsep yang komprehensip khususnya pada sistem ekonomi Islam, walaupun pada berbagai ajaran Islam telah ditentukan aturannya. Jika kita mengkaji lebih dalam, banyak sekali ayat Al Qur’an dan hadits Rasulullah yang berkaitan dengan transaksi ekonomi. Halalnya perdagangan dan haramnya riba, kewajiban pencatatan, tata cara jual beli adalah sebagian contoh yang telah diatur dalam Al Qur’an dan Al Hadits tetapi belum banyak dikembangkan dalam konsep yang lebih komprehensif.
Disiplin ekonomi Islam baru dikembangkan secara komprehensip oleh para ekonom Islam dan praktisi lembaga – lembaga keuangan Islam pada dasawarsa 1970-an yang ditandai dengan berdirinya Islamic Development Bank di Jeddah tahun 1975 sebagai Lembaga Keuangan Islam dengan manajemen profesional dan modern. Momentum kedua terjadi pada saat First International On Islamic Economics di Makkah pada tahun 1976 yang kemudian mejadi tonggak munculnya literatur - literatur tentang ekonomi Islam di berbagai belahan dunia seperti Inggris, Prancis, Spanyol, negara - negara Arab (Yordania, Saudi Arabia, dsb), tidak ketinggalan negara - negara di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia
Secara sederhana Ekonomi Islam adalah merupakan bagian dari ilmu Pengetahuan Sosial yang mempelajari ekonomi rakyat (yaitu bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dengan sarana yang terbatas) dengan segala tingkah lakunya yang selalu diilhami oleh nilai-nilai ajaran dalam Islam. Pengertian ini mengandung dua pemikiran dasar yaitu Pertama, bahwa ekonomi Islam itu pada dasarnya sama dengan ilmu ekonomi umum yaitu sama-sama mempelajari bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhannnya yang tidak terbatas dengan sarana yang terbatas dan yang kedua adalah pada sisi perilaku dalam pemenuhan kebutuhan harus selalu dilandasai oleh ajaran-ajaran dalam Islam. Oleh karena itu, dalam ekonomi Islam, aspek perilaku memperoleh perhatian yang lebih agar pemenuhan kebutuhan dapat dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan oleh ajaran Islam (halal), sehingga tidak merugikan dikemudian hari dengan memperoleh adzab Allah yang sungguh mengerikan.
Pembangunan Ekonomi Islam
Pembangunan Ekonomi adalah proses dimana manusia memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk menghasilkan suatu kenaikan produksi barang dan jasa secara terus menerus, sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Ada tiga ukuran yang dapat dipakai sebagai tolak ukur kemajuan pembangunan ekonomi yaitu : (1) pendapatan per kapita tinggi, (2) pendapatan per kapitanya selalu naik dan yang ke (3) kecenderungan kenaikan pendapatan per kapita harus terus menerus dan mandiri (Manan, 1993 : 378)
Bagaimana dengan pembangunan ekonomi Islam? Konsep pembangunan ekonomi dalam Islam meliputi hal yang lebih luas dan multidimensional karena menyangkut berbagai aspek, baik ekonomi, moral, social maupun politik yang memperoleh kedudukan sama penting sebagai implementasi dari keamanan social bersama dalam Islam. Ajaran dalam Islam berisi bahan motivasi kepada manusia untuk berusaha meningkatkan kesejahteraan hidup (bidang ekonomi) dengan selalu mengedepankan etika dan moral dalam aktualisasinya. Hal ini dapat dilihat pada surat Al Jumu’ah 10 yang artinya : Apabila telah ditunaikan sholat, maka berteberanlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah. Begitu juga hadits Rasulullah : Bahwa tidak ada makanan yang lebih baik daripada makanan yang dihasilkan oleh tangan sendiri (Bukhori). Pada hadits yang lain juga disebutkan usaha yang paling baik adalah usaha dalam bidang ekonomi (perdagangan). Ayat Al Qur’an dan Hadits tersebut menunjukkan kewajiban manusia untuk selalu berusaha mengembangkan kemampuan dan peningkatan ekonomi melalui usaha yang dilakukan dengan cara-cara yang baik. Dengan demikian, pembangunan ekonomi bukan hanya menjadi kewajiban segelintir orang, akan tetapi menjadi kewajiban bersama seluruh ummat manusia. Kemudian juga diajarkan apabila harta kekayaaan telah diperoleh maka sebagian harus diberikan kepada yang berhak, sebagaimana dalam surat Ad dzaariyat 19….pada setiap kekayaan itu terdapat hak orang lain baik diminta atau tidak…Ini menunjukkan toleransi moral dan etika dalam ekonomi yang kuat dalam Islam untuk selalu memperhatikan yang lain, karena sebetulnya harta itu amanat yang harus kita sampaikan. Dengan demikian, kedepan tidak akan terjadi penumpukkan kekayaan hanya pada sekelompok orang yang menguasai permodalan sehingga berakibat pada terjadinya kesenjangan ekonomi.
Kendala Pembangunan Ekonomi Islam
Beberapa kendala umum dalam pembangunan ekonomi Islam antara lain :
- Pemahamam masyarakat yang masih kurang tentang ekonomi Islam beserta segala aspeknya.
- Terlalu dominannya system ekonomi umum, sehingga membuat model ekonomi Islam sulit untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
- Jaringan ekonomi Islam (networking) yang belum luas, sehingga penguasaan pasarnya menjadi lemah
- Sumberdaya dan teknologi yang kurang dikuasai, baik teknologi produk maupun teknologi informasi
Sedang kendala khusus yang seringkali muncul adalah :
- Pengembangan ekonomi islam masih terlalu focus pada sector jasa keuangan (financial)
- Seringkali disalahgunakan dengan simbolisasi islam sebagai peluang bisnis
- Kajian Fiqh kontemporer yang kontekstual masih sangat minim dilakukan
Strategi Pengembangan
Strategi pengembangan ekonomi Islam harus diarahkan untuk meningkatkan kompetensi system usaha Islam menjadi sejajar dengan system ekonomi umum (konvensional) dengan cara komprehensif dengan selalu memperhatikan aspek moral, spiritual dan material yang mengacu pada kekuatan dan kelemahan dalam ekonomi Islam dengan sasaran yang jelas yaitu pembangunan manusia seutuhnya lahir dan batin.Dalam konsep ini manusia tetap dilihat sebagai mahluq yang harus selalu berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhannya, mengelola harta secara baik sebagai amanat dari Allah dan mengembalikan semua keputusan atas usaha juga kepada Allah SWT (Tawakkal). Allah telah berjanji bahwa siapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Allah akan mencukupi segala kebutuhannya…Man ya tawakkal alallah fahuwa hasbuhu.
Berbagai langkah yang dapat dilakukan adalah : Pertama, memberikan gambaran yang lengkap tentang ekonomi islam dengan segala aspeknya, sehingga pemahaman masyarakat menjadi benar. Kedua, pengembangan jaringan untuk dapat membuat akses pasar yang luas agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang lebih baik secara cepat dan tepat. Ketiga, Pembentukan pasar sesuai dengan mekanisme syariah, agar masyarakat terhindar dari system ekonomi yang menjerat pada kesulitan. Keempat, Pengembangan piranti moneter sehingga dapat mendukung kebijakan-kebijakan moneter yang sesuai dengan Islam, misalnya melalui pembuatan peraturan yang memfasiliatasi pengembangan ekonomi Islam, pembuatan Undang-undang maupun perangkat hukum lainnya. Dan yang kelima, adalah meningkatkan penguasaan teknologi dan permodalan. Penguasaan teknologi akan berdampak pada peningkatan produk yang sesuai dengan selera pasar, meningkatkan kecepatan dan ketepatan layanan dengan ditunjang oleh penguasaan permodalan yang cukup.
Pengembangan Ekonomi Islam di Indonesia
Sejarah pengembangan ekonomi Islam di Indonesia sesungguhnya telah berjalan sedemikian panjang, seiring dengan kebangkitan bangsa Indonesia jauh hari sebelum kemerdekaan. Kemunculan syarikat-syarikat dagang pada tahun 1911 dan dibentuknya Nahdlatut Tujar di lingkungan NU yang mayoritas kelahirannya dibidani oleh para pengusaha dan intelektual muslim.
Pembicaraan mengenai ekonomi islam menjadi ramai di Indonesia, merupakan cerminan kerinduan ummat Islam untuk melakukan kegiatan ekonomi (berdagang, berinvestasi maupun beraktifitas bisnis) sesuai dengan ajaran Al Qur’an dan teladan Rasulullah, para sahabat serta para ulama’.
Perkembangan Ekonomi berdasarkan ajaran Islam di Indonesia memperoleh momentum yang tepat sejak didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992 oleh Majlis Ulama Indonesia dan selanjutnya mendapatkan dukungan luas dari masyarakat Islam di Indonesia, baik masyarakat biasa, pengusaha, ulama maupun kalangan birokrat. Saat itu pula muncul semangat kembali untuk mengembangkan ekonomi islam dalam dimensi yang lebih luas. Hal ini seakan merupakan cerminan kerinduan ummat Islam untuk melakukan kegiatan ekonomi (berdagang, berinvestasi maupun beraktifitas bisnis) sesuai dengan ajaran Al Qur’an dan teladan Rasulullah, para sahabat serta para ulama’. Dukungan dari pemerintah atas perkembangan keadaan ini, ditandai dengan dirubahnya undang-undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 yang memperbolehkan Perbankan dengan system bagi hasil. Kondisi ini seakan menjadi lokomotif baru yang memberikan motivasi masyarakat bagi tumbuh kembangnya ekonomi Islam terutama yang terkait dengan bidang keuangan (Perbankan Syariah, pegadaian, leasing, assuransi, dsb). Sistem perbankan atas prinsip Syariah yang menjadi lokomotif Ekonomi Islam kemudian terus menunjukkan perkembangan yang signifikan. Kini telah puluhan bahkan ratusan pelaku perbankan Islam baik yang murni atas dasar Syariah Islam maupun yang merupakan gabungan dari dua sistem perbankan konvensional dan Syariah (Dual Banking System) seperti Mandiri Syariah,, HSBC Syariah, BNI Syariah dan sebagainya. Secara lebih rinci saat ini telah ada dua bank umum Syariah, delapan bank menggunakan dual system dan kurang lebih ada seratus BPR yang beroperasi atas dasar prinsip Syariah
Perkembangan signifikan terjadi lagi ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) mengeluarkan fatwa l mengenai haramnya perbankan dengan sistem bunga. Fatwa ini menjadi ramai karena mengabaikan beberapa pendapat ulama lain tentang perbankan Konvensional. Nahdlatul Ulama misalnya, dalam menyikapi bunga bank menetapkan ada tiga pandangan yaitu halal, mutsyabihat dan haram dan kemudian menyerahkan kepada ummat untuk bersikap dengan mendasarkan pada ketentuan dasar dari masing-masing pendapat. Begitu juga Persis yang memandang bunga bank belum masuk dalam katagori riba sehingga diperbolehkan. Ketua Majlis Ekonomi PP Muhamadiyah (Prof Dawam Raharjo) menyatakan bahwa fatwa tersebut kontraproduktif. Meskipun demikian, harus diakui bahwa fatwa tersebut telah mampu memicu pertumbuhan Perbankan Syari’ah. (Juni 2002 total asset PBS 3.411.173 juta, menjadi 5.613.770 juta pada Juni 2003)
Fatwa ini disamping akan membawa berkah bagi Bank Syariah, akan tetapi dapat juga membawa musibah jika tidak dikelola secara baik dan profesional. Melimpahnya dana yang terlalu besar, jika tidak diimbangi penyaluran pembiayaan yag memadai akan mengakibatkan Bank Syariah over likuid dan selanjutnya akan kepanasan (over heated).
Kelebihan bank dengan pola syariah, disamping secara agama lebih aman karena keberadaan operasinya sesuai dengan ajaran Islam yang berlaku, juga pola hubungan yang dibangun atas dasar kesamaan sebagai investor dengan hak dan kewajiban yang sesuai (Investor Mutual Relationship ). Pola hubungan ini yang menjadikan sistem ini tahan terhadap terhadap berbagai arus besar lain. Pola bagi hasil yang diterapkan dalam perbankan atas dasar prinsip syariah disamping membuat kesamaan hak dan kewajiban sebagai sesama investor, juga lebih fleksibel terhadap perubahan situasi ekonomi. Hal ini karena risiko dan keuntungan atas usaha bersama yang dilakukan akan diselesaikan dengan pertanggung jawaban kedua belah fihak sesuai dengan perjanjian yang disepakati bersama.
Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi yaitu : Pertama, ujian atas kredibilitas system ekonomi Islam dan keuangannya. Berkait dengan hal ini sejarah yang akan menjawabnya, apakah system ekonomi islam telah dapat memenuhi keinginan masyarakat serta bagaimana peranannya dalam proses pembangunan ekonomi secara umum (signifikan apa tidak terhadap peningkatan pembangunan ekonomi). Kedua, adalah perangkat peraturan, hukum dan kebijakan apakah telah dibuat dan diimplemasikan dalam setiap operasionalnya.
Solusi terhadap problem ini adalah perlunya keterlibatan semua pihak untuk mendukung dan mensosialisasikan secara bersama sesuai dengan kapasitas masing-masing dalam bingkai profesionalisme dengan didukung oleh perangkat hukum, peraturan dan kebijakan pemerintah dalam operasionalnya. Meninjaklanjuti solusi ini, salah satu yang dapat dilakukan adalah melakukan langkah nyata yang kedepan diaharpakan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Bagi Ekonom Islam, dituntut untuk segera membuat konsep-konsep dan memperbanyak literature dan kajian, melakukan riset dan pengembangan serta mengembangkan pola opresional perbankan. Bagi pengusaha, berkewajiban untuk mengimplementasikan pola perdagangan dan industri yang islami dalam setiap transasksi yang dilakukan baik di sector riil maupun sector finansial (perbankan, assuransi, reksadana dan lain sebagainya). Bagi para ahli hukum Islam, untuk dapat melakukan kajian yang dapat diajdikan landasan bagi operasionalisasi system ekonomi Islam di Indonesia. Langkah selanjutnya adalah tugas pemerintah untuk segara membuat regulasi tentang perasional system ekonomi islam dengan membuat dual system dalam perekonomian Indonesia sebagaimana dalam sector keuangan yang sudah berkembang dan berlaku saat ini.
Penutup
Adalah menjadi tanggung jawab seluruh umat Islam untuk selalu memberikan warna islami pada setiap prilaku dalam bidang apapun, khususnya dalam biang ekonomi baik dalam bidang manajemen ( keuangan, SDM, operasional, akuntansi dsb ) maupun bidang lainya dengan praktek – praktek yang sehat, dengan selalu mendasarkan pada ajaran Islam yang berlaku atasnya.